Langsung ke konten utama

Cerpen_Lily

Lily Was a Little girl
“semesta terlambat untuk kisahnya, semoga semesta tidak melewatkan kisah ku”
(Lily) suatu malam di Bumi Tuhan


Aku Lily seorang gadis yang beruntung. Seorang jelita pernah masuk ke dalam jiwaku, menjelma menjadi aku dan dengan terus terang ia katakan padaku bahwa mataku membuatnya iri.
“Banyak wanita cantik di dunia ini Llily. Namun, engkaulah yang paling cantik di mataku. Semesta sudah terlambat untuk sebuah kisah, aku harap semesta tidak melewatkan kisah mu kali ini.”
“ mata mu Lily, aku iri. Bagaimana tidak? Ada alam semesta di dalamnya, dengan gunung-gunung terhampar, udara bersih dan mata air kehidupan memancar juga di sana.”
Engkau pastilah tak percaya, jelita itu datang dari bagian-bagian rumahku, sungguh aku tidak mengada-ngada perihal ini.
Suatu siang di tengah mimpi- mimpi yang tengah aku perjuangkan dalam tidurku, suara berisik dari tengah ruangan membuat aku terjaga. Segala bagian dari sudut rumah mulai berkumpul membentuk kombinasi dengan porsi yang sedikit-sedikit, hanya bagian pintu yang yang seluruhnya melebur, sinar dari luar langsung menerobos menyilaukan mataku yang mengantuk kala itu. sesaat kemudian tampaklah seorang jelita menawan yang terbentuk dari bagian-bagian rumah ku yang melebur itu.
Kau tau? Ia memiliki mata menyerupai mata burung elang, sungguh aneh.  Ia mendekati aku yang diam tak mengerti dengan kejadian barusan, meraba kepala ku, kemudian tersentak.
“Lily?” Tanya nya berusaha meyakinkan diri.
“Ah? Iya” Jawab ku tergagap.
“Aku tak bisa melihatmu Lily, tapi aku melihat dan kenal betul dengan segala hal di sekitarmu saat ini, segalanya. Ruangan ini, dan segala isinya.”
“Ah yang benar saja, tidak bisa melihatku. Apakah dia ingin mengejek ku? Tau nama ku bahkan.” Batin ku
Kemudian, tangannya beralih menggengam tangan ku, ada sesuatu yang aneh terhadap ku kala itu. Tiba-tiba, dada ku terasa nyeri dan aku mulai merasa ketakutan. Ia masuk kedalam raga ku, dan aku dapat menyaksikan nya di dalam sana. Heran, benar-benar tak dapat masuk di akal. Jelita itu berjalan  perlahan di jiwa ku. Belakangan aku baru tau jika ada sesuatu yang indah di sana, aku melihat langit malam tanpa bintang dan bulan namun pelangi berjejer dengan jarak sejengkal antara satu dengan yang lain memenuhi angkasa.
Lalu ia terus berjalan menyusuri telinga ku yang ternyata penuh irama hingar bingar. Jelita itu menjatuhkan dirinya disana menutup matanya dengan dua telapak tangan dan tergugu dalam tangisnya beberapa saat lamanya.
“aku sungguh tergugah Lily, terharu betapa beruntungnya dirimu” ungkapnya dengan nada paling tulus yang pernah ku dengar setelah tangisnya mereda.
“sungguh jelita aneh ini mungkin tak hanya buta namun tuli, irama berisik itu begitu menyentuh hatinya” batinku.
Memang sih, irama itu tidak mengganggu ku, namun aku baru tau irama macam begitu menyentuh bagi jelita seperti dirinya. ia kemudian bangkit dan melanjutkan langkahnya menuju mata ku, ia termenung cukup lama ketika sampai di sana, hanya menatap saja tanpa mengitari satu petak pun dari luasnya mataku. Beberapa saat kemudian ia berjalan menuju sebuah pohon besar di tengah tanah lapang yang di tumbuhi rumput hijau berkilauan. Bersandar pada pohon di dekat sebuah peti yang serupa dengan peti harta karun yang umum ditampilkan  di televisi. Kemudian matanya terpejam
“sampai kapan ia menjamah jiwaku? Sungguh tidak sopan, dan sekarang dengan seenaknya ia tidur dimataku.” Ungkapku, yang tentu tak ku ucapkan secara lisan.
Tak berselang lama ia membuka matanya kembali, lalu membuka peti itu mengambil sepotong lelucon semesta yang aku pun tak habis pikir bagaimana bisa berada disana, dan sebuah jam yang sepertinya sudah tidak berfungsi dengan baik, karena dengtingannya terdengar namun jarum jam itu sama sekali tak bergerak. Ia membungkus keduanya dalam satu bungkus kecil. Sekali lagi, dia lancang. Mengambil sesuatu dari ku tanpa meminta izin terlebih dahulu, namun kemudian aku menjadi senang dan berterima kasih karena ia menggantikannya dengan sesuatu yang tak kalah indah, ia meletakkan di dalam peti itu sebuah buku yang sampulnya berkilauan sebab bertaburan mutu manikan dan juga sebuah pena bertinta emas yang di kemas dalam kaca bening hingga cemerlang kilau emas yang sedikit berkelap-kelip di dalamnya memantul keluar.
Sesaat kemudian cahaya putih kembali berpendar memenuhi pandangan ku setelah di tutupnya peti itu, entah bagaimana ia sudah berada di luar diriku.
“Terima kasih Lily atas hadiah yang bisa ku bawa pergi kali ini.”
“Ha? Iya.” Jawab ku kembali tergagap
“Hadiah apa? Itu namanya mencuri” batin ku
“Mungkin jelita ini adalah maling yang punya kekuatan gaib” pikirku lagi.
“Ternyata ini rumahmu” kata jelita itu kemudian tersenyum
“Tidak waras sepertinya jelita ini, tentu saja ini rumahku.” Aku membatin
“Kali ini aku kembali berbalik arah Lily, sudah beberapa kali yakin terhadap sebuah setapak yang menurut akal dan hatiku mampu membawa pada tujuan yang selama ini ku cari dan aku harus kembali sekali lagi.”
“Apakah kau tersesat?” aku memberanikan diri bertanya.
“Tidak, aku hanya salah jalan.”
“Apa bedanya?” aku mendengus kesal
“Aku tau beberapa jalan pulang, tapi aku tak tertarik melaluinya, dan aku melihat jalan indah, namun ternyata bukan jalan menuju rumahku.”
“Mengapa tak melalui jalan yang sudah tersedia?”
“Kau benar, kau menyadarkan ku, bahwa aku harus berhenti bermain-main karena menempuh jalan yang panjang dan harus berbalik arah itu melelahkan.”
Cahaya putih kembali berpendar memenuhi seluruh ruangan. Jelita itu perlahan-lahan menghilang, namun bagian rumah ku yang rumpang tak kembali seperti semula. Setelah jelita itu benar-benar lenyap. Suara petir terdengar dari luar ruangan menggelegar di siang bolong.
Aku melongok keluar jendela melihat langit, tapi tak ku lihat sedikitpun awan hitam di sana, malah langit semakin biru dan matahari terlihat terik. Namun, dedaunan menjadi basah, tanah becek dan air terisi penuh di kubangan-kubangan jalan. Selembar kertas melayang ke arah ku, ku baca tulisan yang tertera di sana.
“Lili gadis mungil yang beruntung”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Samboja Di Tanah Lapang

Untuk samboja di tanah merah yang lapang.  Pada senja itu aku pulang. Aku melihat kesederhanaan menemukan rumah-rumahnya yang nyaman dan kalimat-kalimat menjadi indah dalam puisi. Pada senja itu ku lihat bunga-bunga layu untuk mekar kembali esok pagi. Katanya bahagia tak akan punya tempat di dunia bila kesedihan tidak tercipta.  Pada senja itu ku lihat kau yang samar-samar melangkah pergi, memilih asing sebagai tempat sembunyi. Aku hanya bisa membersihkan ruang tamu rumah kita, menata vas bunga, membersihkan debu-debu dari potret  k ebahagiaan yang diabadikan beberapa bulan lalu.  Ku nyalakan pendingin ruangan dalam temperatur sedang agar nanti saat kau pulang tetap merasa nyaman.  Meski bulan seringkali mencuri kisah ku dari balik awan malam. Meski air mata yang kita pendam sudah membanjiri rumah ini berkali-kali, menenggelamkan kalimat-kalimat di kepala kita, meski berkali-kali ruangan ini sunyi, mengeraskan denting jam dinding. Aku tak mengerti kata lari. Aku...

Untitled

Pernah gak sih kamu berada pada satu keadaan yang diluar kotak sama seseorang, maksudnya out of the box gitu loh. Keadaan nya aneh, misalnya kaya, kalian gak ngomong tapi saling bicara, gak ketemu tapi saling ketemu gitu. Gimana ya jelasinnya. Diluar angkasa banget kan?  Kalo dipikir-pikir ternyata kata-kata itu terlalu miskin untuk mendeskripsikan suatu keadaan. Tapi sebenarnya yang complicated itu bukan keadaan nya sih, lebih ke perasaan yang hadir dalam keadaan itu. Contohnya kaya, kamu bisa  mendeskripsikan perasaan senang, sedih, marah, tapi ada perasaan-perasaan lain yang gak ada namanya. Percaya gak? Mungkin agak sulit dimengerti ya. Contoh sederhananya itu kayak misal ada dua orang beda agama pacaran. Logikanya kan mending gak usah pacaran, atau kalo udah terlanjur putus aja. But pada praktek lapangannya ada perasaan yang ga punya nama tadi nimbrung dalam keadaan mereka sehingga ter konversi lah keadaan simple tadi jadi keadaan "rumit". Paham kan?  Tapi apa iya ad...

Selembar senyum beku

Kalo diingat-ingat lagi kita banyak singgah di tempat-tempat spesial. Terimakasih untuk orang-orang yang sudah membawa ku kesana.  Tapi sayang nya kalau dirasa-rasa kembali, kita sekarang tak bisa lebih spesial dari tempat itu. Setiap manusia punya perjalanan dan ceritanya sendiri oleh karena itu dalam sebuah sejarah ada beragam sudut pandang.  Tidak ada yang bisa memaksa kita untuk mempertahankan segala sesuatu yang fana,  dia bisa rusak kapan saja dengan sebab-sebab yang bisa saja terdengar konyol. Kita memang harus membiasakan diri. Terbiasa untuk hilang dalam kehilangan, terbiasa untuk biasa saja pada hal-hal yang melukai pikiran dan perasaan kita. Dan hal lain yang tak kalah penting, kita harus belajar mencintai alur cerita kita masing-masing.  Pada setiap pertemuan, pada setiap kebahagiaan, juga pada seluruh kesedihan di atas bumi ini memiliki ujiannya sendiri.  Tidak ada yang terlalu terluka dari yang lainnya, atau terlalu bahagia melebihi manusia lain....