Langsung ke konten utama

Katakan Lalu Buktikan



Hai, namaku Rayu. Aku pernah membaca tulisan entah di mana. Isinya kurang lebih seperti ini :

“Tangan ku yang menulis, tangan Tuhan yang menggerakan”.

Hari ini terasa sangat kacau. Ya, ini bukan yang pertama kalinya. Aku tak punya teman berbagi. Tentu saja, tidak ada teman berbagi cerita. Karena semua orang juga sedang sibuk dengan sakit kepalanya masing-masing. Sekarang aku mengerti kenapa ada banyak sekali orang yang bunuh diri atau merusak dirinya sendiri. Namun, nasib baik aku kenal Tuhan ku lebih dulu dari semua keadaan menyebalkan ini.

Tuhan bilang kematian itu bukan akhir dari segalanya tapi awal kehidupan yang baru, lalu Dia tambahkan kalimat yang menyatakan dia benci tindakan mengakhiri nyawa sendiri. Aku bergidik sendiri mengingatnya. Mungkin aku tidak jauh berbeda. Hanya saja,  bukan takut rasa sakit karena bunuh diri. Tapi aku takut tidak punya kesempatan secuil bertemu Tuhan dengan pertemuan yang menyenangkan.

Aku putuskan pergi keluar rumah untuk berolahraga atau lebih tepatnya jalan-jalan gak karuan. Destinasi ku hari ini, taman kecil yang sepi ditengah kota. Aku duduk cukup lama disana hingga akhirnya seorang perempuan datang sendirian menggendong bayi dengan matanya yang sembab. Samar-samar terdengar percakapan perempuan itu dengan seseorang dibalik telepon genggam miliknya.

“Kami bertengkar lagi, dan dia masih bersama perempuan itu”.

Aku bertanya dalam hati.

“Kenapa tuhan tega menciptakan wanita?”.

Karena tak enak hati, dan tak berniat sedikitpun menguping pembicaraan orang lain aku lalu memutuskan untuk pergi.

Diperjalanan pulang, aku melihat laki-laki tangguh tengah mendorong gerobak dengan tubuhnya yang tak lagi berotot. Di dalam gerobak ada tumpukan kardus menggunung dan dua orang anak kecil duduk diatasnya. Aku beristirahat sejenak. Entahlah, tapi aku tak percaya dengan kata kebetulan di dunia ini. Ternyata bapak luarbiasa itu juga memilih beristirahat tak jauh dari tempatku duduk. Seseorang yang aku duga temannya lewat dan menyapa menanyakan kabar ibu dari anak-anak tersebut.

“Wes resmi sarak, seminggu yang lalu Din. Nasib dadi wong miskin bojo liyo” bapak itu menjawab sambil tersenyum sedikit getir. Matanya menerawang jauh sepersekian detik sambil tangan mmengipasi diri dengan topi.

Dalam hati aku kembali bertanya.

“Kenapa tuhan biarkan orang baik jauh dari sisi-Nya lalu mengirim mereka ke dunia yang seperti neraka bagi mereka.

Aneh memang, entah aku saja atau semua orang pernah merasakannya. Seperti Tuhan menjawabnya langsung melalui hati dan pikiran.

Hapalanku terhadap kalam surat cinta dari Tuhan memang sangat payah, ilmu agamaku pun masih jauh sekali dari kata bagus. Tapi terkadang kata-kata cinta itu bisa muncul di saat-saat tertentu dalam kepalaku seperti sekarang.

“Tuhan butuh pembuktian” batin ku.

“Cinta tidak hanya diucapkan tapi juga harus dibuktikan. Dan Tuhan butuh pembuktian”.

Aku tersentak sendiri. Iya aku pernah membacanya dalam kitab suci Al-Qur’an.

Sekarang perasaan ku agak sedikit ringan. Aku melanjutkan perjalanan. Sebelum pulang aku mampir dikedai minuman untuk menghabiskan waktu sebentar. Sambil menikmati makanan dan minuman di pinggir jalan tanpa sadar aku tersenyum sendiri, untung saja pakai masker.

Ucapan pak sudjiwo Sutedjo memang benar ternyata, bahwa cinta ternyata penjara kasih dengan jeruji kasih sayang. Maka kau kerap menangis tanpa merasa di bui.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flamboyan

Kembang merah di ujung kota Menunggu sapa angin utara Atau langkah kuda penarik kereta Pembawa berita dan simfoni cinta Flamboyan Kaulah yang dirindukan Sang pengembara Yang menapaki keringat tanpa huru hara Hingga puncak almamater para ksatria Jika bungamu jatuh berguguran Dalam semerbak wangi sinar pesona Kau ucapkan selamat datang Pada pengembara berpedati tua Yang tak henti berucap bahagia Karena perjalanan panjangnya tidak sia-sia Berakhir dibatas kota... Susilo Bambang Yudhoyono Semarang 24 Januari 2004