Langsung ke konten utama

Aku Juga Punya Luka

 

Malam ini aku ingin terbang, karena tak punya sayap aku memutuskan untuk membeli tiket pesawat, tapi sesampainya di bandara aku kebingungan, gate yang mana, tujuan yang mana yang akan membawa ku padamu. Kau tau kenapa? Ada perasaan yang tak akan pernah sampai dan tak kemana-mana. Ia sendirian duduk di kursi tunggu hingga mentari tenggelam dalam kesibukan siang itu. 

Uang ku habis dan tiket pesawat nya hangus. Aku berbalik arah pulang ke rumah. Jalan kaki saja, tak mampu bayar taksi yang sedari tadi wara-wiri menawarkan diri. Malam itu hujan, aku basah kuyup. Kau tak tau kan? 

Iya tentu saja. Kau sedang senang-senang kabarnya. Kaki ku lecet keduanya, aku demam. Besoknya rindu ku sudah hilang. Demam ku pun turun. Tapi kau malah mampir ke rumah ku. Aku kunci pagarnya, kau malah lewat halaman belakang, aku kunci pintu nya kau malah mengetuk jendela. 

"Ada apa" Tanya ku

Kau diam saja. Kau bawakan kue coklat tawar untuk ku, aku suguhkan kau kopi dan kita duduk diam saja bersekat jendela itu. Irama dan puisi lama ku ikut duduk serta bersama kita. Itu yang aku tak suka. 

Agak-agaknya kau ingin mengajak ku bermain kejar-kejaran seperti tempo dulu, sayang sekali aku sudah terlalu tua untuk itu. Kau juga tampak bosan seperti biasanya. Sayangnya kau malah mencari aku. Aku sudah bangkrut dan tak ingin membeli tiket pesawat lagi. Kau tau? Rasa-rasanya rumah ini ingin ku jual saja dengan kamu yang seperti hantu gentayangan sedang minum kopi di balik jendelanya. 

Asal tau saja, tak ada kopi untuk pintu, gerbang atau apa saja jalan masuk ke rumah ku selain jendela ini untuk kau sekadar bersantai atau berbagi coklat hambar itu. Bukan, bukan karena kamu objek nya. Tapi karena apa-apa yang telah perasaan ku lalui. Kedinginan karena hujan, demam, perih karena kaki yang lecet, uang yang habis diperjalanan, waktu yang berceceran, tatapan kasihan, tatapan direndahkan sebab keputusan meletakkan kepercayaan yang salah posisi dan segala hal yang kamu bawa-bawa untuk menyesakkan rumah sederhana ku ini. 

Jika kau sakit jangan kesini. Rumah ku bukan tempat rehabilitasi, aku juga punya luka. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flamboyan

Kembang merah di ujung kota Menunggu sapa angin utara Atau langkah kuda penarik kereta Pembawa berita dan simfoni cinta Flamboyan Kaulah yang dirindukan Sang pengembara Yang menapaki keringat tanpa huru hara Hingga puncak almamater para ksatria Jika bungamu jatuh berguguran Dalam semerbak wangi sinar pesona Kau ucapkan selamat datang Pada pengembara berpedati tua Yang tak henti berucap bahagia Karena perjalanan panjangnya tidak sia-sia Berakhir dibatas kota... Susilo Bambang Yudhoyono Semarang 24 Januari 2004