Langsung ke konten utama

Selembar senyum beku


Kalo diingat-ingat lagi kita banyak singgah di tempat-tempat spesial. Terimakasih untuk orang-orang yang sudah membawa ku kesana. 

Tapi sayang nya kalau dirasa-rasa kembali, kita sekarang tak bisa lebih spesial dari tempat itu. Setiap manusia punya perjalanan dan ceritanya sendiri oleh karena itu dalam sebuah sejarah ada beragam sudut pandang. 

Tidak ada yang bisa memaksa kita untuk mempertahankan segala sesuatu yang fana,  dia bisa rusak kapan saja dengan sebab-sebab yang bisa saja terdengar konyol. Kita memang harus membiasakan diri. Terbiasa untuk hilang dalam kehilangan, terbiasa untuk biasa saja pada hal-hal yang melukai pikiran dan perasaan kita. Dan hal lain yang tak kalah penting, kita harus belajar mencintai alur cerita kita masing-masing. 

Pada setiap pertemuan, pada setiap kebahagiaan, juga pada seluruh kesedihan di atas bumi ini memiliki ujiannya sendiri.  Tidak ada yang terlalu terluka dari yang lainnya, atau terlalu bahagia melebihi manusia lain. 

Berlapang dada lah pada sebab-sebab yang menjadi musabab penyesalan kita di masa-masa lalu, dan berbahagialah pada keteguhan yang menjadikan kita lebih kuat hari ini. Pada potret-potret kenangan itu, aku tidak pernah melupa acap kali ku buka lembaran nya kembali. Namun pada halaman memori jadul seperti itu ada banyak peristiwa yang membuat perasaan-perasaan tak lagi sama. Hanya senyum kita yang membeku di sana. Iya, itu saja yang tersisa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flamboyan

Kembang merah di ujung kota Menunggu sapa angin utara Atau langkah kuda penarik kereta Pembawa berita dan simfoni cinta Flamboyan Kaulah yang dirindukan Sang pengembara Yang menapaki keringat tanpa huru hara Hingga puncak almamater para ksatria Jika bungamu jatuh berguguran Dalam semerbak wangi sinar pesona Kau ucapkan selamat datang Pada pengembara berpedati tua Yang tak henti berucap bahagia Karena perjalanan panjangnya tidak sia-sia Berakhir dibatas kota... Susilo Bambang Yudhoyono Semarang 24 Januari 2004