Pada senja itu aku pulang. Aku melihat kesederhanaan menemukan rumah-rumahnya yang nyaman dan kalimat-kalimat menjadi indah dalam puisi. Pada senja itu ku lihat bunga-bunga layu untuk mekar kembali esok pagi. Katanya bahagia tak akan punya tempat di dunia bila kesedihan tidak tercipta.
Pada senja itu ku lihat kau yang samar-samar melangkah pergi, memilih asing sebagai tempat sembunyi. Aku hanya bisa membersihkan ruang tamu rumah kita, menata vas bunga,membersihkan debu-debu dari potret kebahagiaan yang diabadikan beberapa bulan lalu. Ku nyalakan pendingin ruangan dalam temperatur sedang agar nanti saat kau pulang tetap merasa nyaman.
Meski bulan seringkali mencuri kisah ku dari balik awan malam. Meski air mata yang kita pendam sudah membanjiri rumah ini berkali-kali, menenggelamkan kalimat-kalimat di kepala kita, meski berkali-kali ruangan ini sunyi, mengeraskan denting jam dinding. Aku tak mengerti kata lari. Aku hanya, tak suka kompleksitas dan kau sederhana. Aku hanya, tak suka bising dan kau membawa hening. Seperti puzzle yang sering kau bawa pulang untuk jadi pengisi waktu luang kita saat akhir pekan. Satu dengan yang lain memiliki bentuk berbeda tapi saling melengkapi.
Pada senja itu kau tampaknya takkan kembali, pada aku yang menunggu, pada semboja yang kian layu. dan rayap-rayap yang berpesta di rumah kita.
Komentar
Posting Komentar