Langsung ke konten utama

Rumah Duka

               


                

Berlin 10 November 2019

Teruntuk Pra yang melayat dirumah duka ku. Kau tersenyum angkuh di atas peti mati itu. Seakan bicara pada dunia, hanya suara mu yang boleh bergema.


Pra di bagian mana aku pernah melukai mu. Ada keegoisan yang kau balut dalam rasa peduli itu. Aku tak sanggup menatap balik dunia yang mengancam ku dengan tatapannya. Aku selalu kalah dan ditertawakan.


Pra waktu itu kenapa harus aku yang menjadi pilihannya. Apa aku pernah meminta menjadi bagian dari takdir menyedihkan ini. Aku paham betul bahwa sulit untuk saling mengerti satu sama lain. Tapi pahamilah, kita merupakan dua bagian yang berbeda. Dua sisi yang berhadapan.


Aku muak pra dengan semua luka-luka yang menganga dan kian membusuk dalam ingatan ini. Usahaku untuk menyembuhkan diri sudah semaksimal mungkin. Pra aku ingin mengakhiri hidupku. Tapi sepertinya masih ada sisa usia dalam raga Ku.


Aku harus bagaimana? Aku harus kemana?

Aku bingung. Kau satu-satunya rumah yang menjadi tempat ku bernaung. Tapi kau panas, kau berlubang kotor dan rapuh. Apa kau membenci ku? Mungkinkah kau ingin mengajak serta aku tertimbun dalam dosa-dosa mu.


Aku ringkih dalam senyum yang selalu diidamkan banyak orang. Kau tak mengerti. Bukan, kau tak perduli dan tak mau mengerti. Kau penyakit dan ingin aku sakit. Seperti nya memang setiap kepergian memaklumi kesedihan.


Setiap hari hujan turun, mengaburkan bunyi gemeretak sesuatu yang ku sembunyikan dalam-dalam. Hanya bait-bait ini yang aku punya. Dan sialnya kau mungkin tak pernah membacanya.


Pra semakin hari luka ku semakin busuk. Aku semakin kesakitan. Dan kau semakin egois. Besok-besok apabila aku terlahir kembali, aku ingin menjadi kau saja pra. Aku ingin memeluk diri ku sendiri dan membuatnya aman. Seperti kamu yang sekarang. Namun, tidak dengan cara menyedihkan.


Pra kau seperti sungai arae yang memeluk erat seorang pemuda penuh kasih. sewaktu kau meluap kala itu. Seluruh puisi ku hanyut bersama arus mu. Perasaan ku menjadi kosong. Tidak ada yang lebih buruk dari seorang penggubah yang kehilangan mantra-mantra nya.


Masih hangat dalam ingatan ku sewaktu kau marah ketika aku membuka mata dengan mulut terkunci atas cela yang kau sengaja.


"Anne, jika tak tau bertanyalah jangan diam dan membuat kesimpulan sendiri"


Aku tetap diam sampai pada akhirnya, semua jawaban yang aku temukan tanpa harus bertanya terlihat dalam wajah takdir.

Ya, tidak semua hal perlu ditanyakan. Sama seperti tidak semua hal harus ada jawabannya kan.


Pra, tolong, jangan menyentuh takdir ku lagi. Aku sudah cukup kesakitan dan tidak bisa merasakan apapun. Lagi pula ada keperluan apa kau dengan orang mati. Ya, gadis yang yang kau temui tempo dulu sudah tidak ada lagi disini. 


Aku sudah ribuan kali mencoba menjadi imitasi nya, tapi tak pernah ku temui nyawa dalam puisi seperti nyawa kalimat dalam tulisannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Samboja Di Tanah Lapang

Untuk samboja di tanah merah yang lapang.  Pada senja itu aku pulang. Aku melihat kesederhanaan menemukan rumah-rumahnya yang nyaman dan kalimat-kalimat menjadi indah dalam puisi. Pada senja itu ku lihat bunga-bunga layu untuk mekar kembali esok pagi. Katanya bahagia tak akan punya tempat di dunia bila kesedihan tidak tercipta.  Pada senja itu ku lihat kau yang samar-samar melangkah pergi, memilih asing sebagai tempat sembunyi. Aku hanya bisa membersihkan ruang tamu rumah kita, menata vas bunga, membersihkan debu-debu dari potret  k ebahagiaan yang diabadikan beberapa bulan lalu.  Ku nyalakan pendingin ruangan dalam temperatur sedang agar nanti saat kau pulang tetap merasa nyaman.  Meski bulan seringkali mencuri kisah ku dari balik awan malam. Meski air mata yang kita pendam sudah membanjiri rumah ini berkali-kali, menenggelamkan kalimat-kalimat di kepala kita, meski berkali-kali ruangan ini sunyi, mengeraskan denting jam dinding. Aku tak mengerti kata lari. Aku...

Untitled

Pernah gak sih kamu berada pada satu keadaan yang diluar kotak sama seseorang, maksudnya out of the box gitu loh. Keadaan nya aneh, misalnya kaya, kalian gak ngomong tapi saling bicara, gak ketemu tapi saling ketemu gitu. Gimana ya jelasinnya. Diluar angkasa banget kan?  Kalo dipikir-pikir ternyata kata-kata itu terlalu miskin untuk mendeskripsikan suatu keadaan. Tapi sebenarnya yang complicated itu bukan keadaan nya sih, lebih ke perasaan yang hadir dalam keadaan itu. Contohnya kaya, kamu bisa  mendeskripsikan perasaan senang, sedih, marah, tapi ada perasaan-perasaan lain yang gak ada namanya. Percaya gak? Mungkin agak sulit dimengerti ya. Contoh sederhananya itu kayak misal ada dua orang beda agama pacaran. Logikanya kan mending gak usah pacaran, atau kalo udah terlanjur putus aja. But pada praktek lapangannya ada perasaan yang ga punya nama tadi nimbrung dalam keadaan mereka sehingga ter konversi lah keadaan simple tadi jadi keadaan "rumit". Paham kan?  Tapi apa iya ad...

Selembar senyum beku

Kalo diingat-ingat lagi kita banyak singgah di tempat-tempat spesial. Terimakasih untuk orang-orang yang sudah membawa ku kesana.  Tapi sayang nya kalau dirasa-rasa kembali, kita sekarang tak bisa lebih spesial dari tempat itu. Setiap manusia punya perjalanan dan ceritanya sendiri oleh karena itu dalam sebuah sejarah ada beragam sudut pandang.  Tidak ada yang bisa memaksa kita untuk mempertahankan segala sesuatu yang fana,  dia bisa rusak kapan saja dengan sebab-sebab yang bisa saja terdengar konyol. Kita memang harus membiasakan diri. Terbiasa untuk hilang dalam kehilangan, terbiasa untuk biasa saja pada hal-hal yang melukai pikiran dan perasaan kita. Dan hal lain yang tak kalah penting, kita harus belajar mencintai alur cerita kita masing-masing.  Pada setiap pertemuan, pada setiap kebahagiaan, juga pada seluruh kesedihan di atas bumi ini memiliki ujiannya sendiri.  Tidak ada yang terlalu terluka dari yang lainnya, atau terlalu bahagia melebihi manusia lain....