Langsung ke konten utama

DESTINY

(2)


_LPM SUKAM_


Selain suka dengan hal-hal yang berbau kesenian, aku juga suka membaca dan menulis. Disanggar aku masuk divisi sastra. Tapi, ya gitu deh, latarbelakang sanggar tentu lebih kepada bermain teater dan musik.

Hari itu cuaca lagi terik-teriknya, dan di kelas aku benar-benar mengantuk. Tadi malam begadang karena latihan teater buat acara pentas ulang tahun sanggar.

“nanti habis dzhur makan di kantin yuk” sebuah pesan singkat masuk di handphone ku, dari halimah yang padahal orangnya duduk bersebelahan.

“ngapain sih? Kurang kerjaan” aku berbisik langsung padanya

Halimah sama sekali tak merespon bahkan asik menatap layar handpone nya, sesekali sok serius memperhatikan layar monitor di depan kelas saat dosen memperhatikan ke arahnya.

“gimana?” sebuah pesan dari halimah lagi.

Aku menyerah, akhirnya ku balas pesan singkat itu.
“iya”.

Satu setengah jam berlalu, perkuliahan usai tepat pada pukul 11.30 WIB. Sesuai janji usai sholat zuhur di masjid aku dan halimah pergi ke kantin untuk makan siang.

“Ay” seorang teman ku dari jurusan berbeda menyapa

“Eh, Hilma ketemu disini kita”

“Iya Ay, pas banget ketemu kamu disini, ada kabar gembira”

“Iya udah tau”

“Tau darimana?”

“Dari TV”

“Emang apaan?”

“Kulit Manggis ada ekstraknya kan?”

Halimah yang menggandeng tangan ku tertawa cekikikan, hilma cemberut sebelum akhirnya ikut tertawa.

“aku serius tau, nih liat” Hilma menyodorkan ku secarik kertas pamflet pengumuman

“Apaan nih Hil?”

“Lembaga pers mahasiswa (LPM) suara kampus (sukam) buka pendaftaran”

“Terus?”

“Kamu kan suka nulis Ay, disana ada divisi sastra, ku denger-denger sih disana seniorannya pada jago nulis, tulisannya udah sering terbit di koran sebagian ada yang di bukukan. Kamu gak tertarik belajar?”

“Wah boleh juga, kapan pendaftarannya?”

“Bagus, intinya kalo kamu minat entar aku hubungin lagi. Daftarnya bareng aku”

“okedeh, eh? Tapi kamu kan gak suka nulis Hil?”

“Iya kan divisinya gak satu aja Ay, gimana sih. Akutuh mau belajar public speaking yang bagus”

Aku cuman nyengir ngeliat ekspresi Hilma yang manyun karna ulahku. Kemudian kami beranjak menuju salah satu meja kantin dan lanjut memesan makan siang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flamboyan

Kembang merah di ujung kota Menunggu sapa angin utara Atau langkah kuda penarik kereta Pembawa berita dan simfoni cinta Flamboyan Kaulah yang dirindukan Sang pengembara Yang menapaki keringat tanpa huru hara Hingga puncak almamater para ksatria Jika bungamu jatuh berguguran Dalam semerbak wangi sinar pesona Kau ucapkan selamat datang Pada pengembara berpedati tua Yang tak henti berucap bahagia Karena perjalanan panjangnya tidak sia-sia Berakhir dibatas kota... Susilo Bambang Yudhoyono Semarang 24 Januari 2004