(3)
Satu minggu setelah pembicaraan kami di kantin, berakhir di meja
stand pendaftaran LPM sukam.
“Kok baru daftar dek?” salah seorang kaka penjaga stand nya iseng
bertanya.
“Iya ka, kemaren banyak yang di kerjain, jadwal kuliah padat.”
Jawab Hilma.
“Jurusan Apa?”
“Aku keguruan, kalau dia perbankan syariah” Hilma menunjuk aku.
“Mahasiswa baru ya?”
Hilma nyengir mendengar pertanyaan seperti itu.
“Aku maba ka, dia udah semester tua” hilma menyahut sambil tertawa
“eh?” aku menatap Hilma penuh arti
Kaka penjaga stand itu cuman manggut-manggut sambil tersenyum,
sepertinya mengerti bahwa Hilma hanya sedang bergurau saat itu, aku lebih
memilih diam dan fokus mengisi formulir pendaftaran. Aku dan Hilma datang di
hari terakhir pendaftaran, wajar saja di tanyai begitu oleh panitia
pendaftarannya. Jujur saat itu aku gak tau apa itu LPM dan gak berusaha cari
tau sama sekali, intinya aku mau belajar nulis, thats the point.
Proses demi proses aku lalui untuk menjadi anggota di LPM, dan ini
mirip seperti kisah avatar the legend of aang, semua berlangsung damai sebelum
negara api menyerang. Aku cukup kesulitan membagi waktu antara, kuliah,
sanggar, dan lpm. Satu lagi, di minggu berikutnya aku “terjebak” dalam
organisasi politik yang berbasis keagamaan, of course, karena ikut-ikutan teman.
Dan, bagian terbaiknya aku gak bisa malas-malasan karena teman-teman di lokal
sering mengandalkan ku dalam hal akademik, gak bermaksud sombong hanya saja gak
lucu kalau banyak organisasi bikin nilai ku turun, terlebih organisasi kampus
yang aku ikuti beberapanya memiliki latar belakang kemampuan berfikir kritis.
Komentar
Posting Komentar