Langsung ke konten utama

Seribu Pertanyaan


Malam sedang teduh, suara jangkrik bersahutan dan rembulan menyinari sebagian bumi dengan terang setelah hujan.

"Yang salih itu tidak akan bertemu dengan yang salah, maksiat itu tidak akan bertemu dengan taat. Sederhana" suara tausiyah seorang ustadz terdengar dari YouTube beriringan dengan nada ketikan papan keyboard laptop.

Seorang gadis tengah khusyu mengerjakan beberapa dokumen di kamarnya yang nyaman.

"Gina (tok-tok)" lamat-lamat terdengar suara pintu di ketok dari arah luar semakin lama semakin keras sebab tak mendapat jawaban

Gadis itu tersadar dan mem-pause video yang sedang di putar nya.

"Iya tunggu sebentar" ucapnya panik sambil mencari jilbab dan baju kurung yang akhirnya ia comot sembarangan dari lemari ibunya.

"Ada apa?" Tanya Gina saat membuka pintu rumah dan mendapati tamunya sedang berdiri memunggungi pintu menghadap ke jalan dengan bahasa tubuh cemas

"Gina beberapa hari ini Irma ada pinjam sepeda motor Kaka kamu?"

"Hah?" Gina terlihat bingung

"Kakak aku gaada, dia lagi di luar kota"

"Berarti Irma bohong"

"Kamu kenal siapa aku?" Tanya tamu itu

"Engga" jawab Gina nyengir sebab merasa tak enak.

Sang tamu hanya tersenyum kecut. Sedang pintu hanya terbuka setengahnya, sebab tak ada orang di rumah Gina tak berani mempersilahkan tamu laki-laki masuk karena memang sebelumnya tak pernah ada tamu laki-laki datang saat ia sedang sendiri di rumah.

"Irma sudah membohongi aku, dia selingkuh sama cowok lain. Dia bilang cuman jalan pinjem motor Kaka kamu ada yang mau di beli katanya, tapi ternyata dia bohong. Ini foto cowok itu. Tadi sore aku memergoki mereka telponan dan chatingan mesra"

Gina membeku beberapa saat, ia baru sadar bahwa tamunya tersebut adalah seorang suami salah seorang sahabat kakak nya. Tapi situasi ini terlanjur membuat gina canggung dan mengutuk dirinya sendiri yang terlalu lambat menyadari hal itu.

"Duh bego, kenapa aku ga jawab gatau aja ya tadi. Duh bego banget" umpat gina dalam hati

"Ini fotonya gina" pria itu menyodorkan handphone nya pada gina

"Aku boleh masuk? Aku mau nelpon cowok ini, nanti kamu yang ngomong ya"

"Hah? Duh maaf ka, di rumah lagi gaada siapa-siapa duduk di teras aja ya kak" ucap gina tergagap

"Oh, ya udah gak papa di teras"

Beberapa kali pria itu menelpon orang yang ia sebut sebagai selingkuhan istri nya, namun tidak mendapat jawaban.

"Aku ga takut cerai sama Irma, bodoamat. Tapi aku kasihan sama dia, kalo aku tinggal terus dia nikah sama cowok yang bertanggung jawab gapapa. Tapi ini, kamu liat sendiri kan gimana ga bebernya cowok ini peminum"

"Kak, ada baiknya. Kalo masalah kaya gini jangan di ceritain ke aku atau orang lain. Baiknya kakak musyawarah sama mertua kakak"

"Ga guna, Irma itu cewek ga bener. Dia itu rusak. Aku kalo dia mau cerai silahkan lah. Dia itu bodoh. Dulu sebelum sama dia aku juga pernah punya istri yang muda dan dia pintar ga kaya Irma"

"Kaka udah coba ngobrol sama kak Irma?"

"Gak perlu lah gin"

"Kok ga perlu, kak namanya pernikahan dan kita hidup sebagai manusia itu pasti ada ujiannya, paling enggak kakak sebagai suaminya coba ngobrol dulu"

"Udah ya Gin aku mau pulang, capek abis kerja" pria itu buru-buru memotong perkataan Gina dan bergegas meninggalkannya.

Gina merasakan atmosfer kekecewaan dalam bahasa tubuh pria itu. Tapi ia tak mampu berbuat banyak, ada pondasi yang hilang dari sisi kehidupan pria yang menemuinya sehingga gina tak mampu membantu merapihkan bangunan roboh dalam jiwanya.

Seorang anak manusia itu harus punya pondasi yang kokoh dalam hal kepercayaan nya terhadap Tuhan, sehingga apabila Suatu hari saat ia tersesat ia tau harus pulang kemana.

Gina menutup pintunya pelan. Kemudian mengambil segelas air putih lalu duduk di tepi ranjang kamarnya. Ada banyak pertanyaan merangsek masuk di kepalanya.

"Kenapa orang menikah?"

"Kenapa ada banyak orang bercerai?"

"Mengapa orang berbuat curang pada pasangannya?"

Ada banyak orang menikah karena saling mencintai. Ada orang menikah karena kebutuhan biologis. Ada pula yang menikah karena mengikuti anjuran dalam agama nya dan ada pula yang menikah karena keinginan orang lain.

Terlepas dari itu, apa semua orang menikah mengerti tujuan pernikahan? Apa semua orang yang menikah mengerti cara menghargai manusia sebagai manusia?

Sebagai seorang muslim  yang Gina mengerti adalah Allah sebagai Tuhannya merupan dzat yang maha membolak-balikkan qolbu. Sebagai seorang muslim ia mengerti dalam hidup seorang manusia cobaan dan azab Allah selalu menyertai hamba-Nya. Sebagai seorang muslim Gina mengerti dalam pernikahan akan ada ribuan cobaan, sebab setan akan di beri penghargaan tertinggi apabila mampu membuat seorang suami dan istri bercerai. Sebagai seorang muslim ghina mengerti bahwa takdir dan doa itu saling berkejaran.

Tapi terlepas dari semua itu Gina bertanya pada dirinya sendiri. Apa yang ada dalam benak orang yang menduakan pasangan nya? Apakah mereka mengejar sesuatu yang mereka cintai? Bukankah dulu mereka dan pasangannya juga saling mencintai sampai akhirnya memutuskan bersama? Apakah setelah mereka mendapatkan apa yang mereka cintai mereka akan puas? Bukankah sudah terbukti bahwa mereka tidak pernah puas dengan mengejar sesuatu yang mereka cintai setelah mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka cintai? Atau sebaiknya tidak perlu ada cinta di hati manusia yang serakah?

"Ahhhhhhhhhh, pusing!" Ucap Gina menggebrak meja makan

Ia kembali ke kamarnya

"Tuh kan, jadi ga selesai-selesai kerjaan aku. huh mending makan" Gina mendengus kesal.

Setelah mematikan laptopnya ia pergi ke dapur memasak mie instan lalu kembali kekamar untuk menonton film, demi menghilangkan ribuan pertanyaan yang tidak menjadi prioritas nya saat itu.


 

Komentar